![]() |
Budidaya Nila |
Ikan nila bisa hidup di perairan air tawar hampir di seluruh Indonesia. Jenis ikan ini sebenarnya bukan satwa asli Indonesia. Habitat aslinya adalah Sungai Nil di Mesir. Ikan ini kemudian didatangkan oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 1969 dari Taiwan. Jenis ikan ini tergolong hewan omnivora (pemakan segala), jadi bisa diberi pakan apa saja asalkan sesuai dengan besar mulutnya, misalnya udang, kerang kecil, atau pelet. Selain itu, karena ikan ini juga memiliki toleransi lingkungan yang cukup besar, sehingga pembudidayaannya sangat mudah.
Ikan nila cenderung senang hidup di air hangat bersuhu sekitar 28 derajat celsius. Ikan ini juga menyenangi kondisi air yang sedikit mengandung basa dengan kisaran pH antara 7,0 dan 8,0. Seyogianya, air tidak boleh tercemar bahan kimia beracun, kandungan oksigen di dalam air minimal 4 mg/liter, serta kandungan karbon dioksida maksimal 5 mg/liter. Ikan ini biasanya dipelihara di kolam air tenang.
Tapi, yang dilakukan sejumlah petani di Subang, Jawa Barat, boleh dibilang sebagai terobosan baru. Kini mereka berhasil memelihara ikan nila di kolam air deras. Hasil yang dipetiknya pun patut dibanggakan. Setelah masa pemeliharaan selama 6-7 bulan, bobot setiap ekornya bisa mencapai 700 gram—ukuran minimal agar ikan ini bisa dijadikan fillet.
Ikan nila dianggap dewasa (matang kelamin) setelah berusia di atas enam bulan. Induk betinanya dapat menghasilkan lebih dari 3.000 butir telur dalam sekali pemijahan (kawin). Tapi, dari telur sebanyak itu, hanya setengahnya yang akan menjadi anakan ikan. Induk ikan nila memiliki masa reproduksi hingga berumur dua tahun dan mampu melakukan pemijahan setiap enam minggu sekali.
Budi daya nila bisa dilakukan dengan menggunakan jaring apung, kolam, atau keramba. Idealnya, tiap meter persegi bisa diisi maksimal 10 ekor anakan. Dari kolam seluas 1.000 meter persegi dengan kedalaman sekitar 1,5 meter, pada saat panen, ikan nila yang dihasilkan bisa seberat 7 ton. Hasil sebanyak itu, jika dibuat menjadi fillet, akan menghasilkan 2,8 ton.
Kita sering mencium aroma tak sedap (bau tanah) dari daging ikan nila. Hal itu dikarenakan air yang digunakan kurang bersih. Untuk itu, petani harus benar-benar memperhatikan kualitas air kolam. Ada berbagai cara untuk itu, di antaranya, sebelum kolam diberi air sebaiknya ditaburi pupuk kandang dan kapur tohor. Dosisnya, 500 gram pupuk kandang dan 50 gram kapur tohor untuk setiap meter persegi. Dengan begitu, air kolam menjadi subur, sehingga phytoplankton bisa hidup dengan baik. Berkat jenis mikroorganisme inilah suplai oksigen di dalam air menjadi lancar. Manfaat kapur juga berguna untuk membasmi bibit penyakit.
Penyakit yang sering menimpa ikan nila di antaranya bintik putih, insang bengkak, dan kulit memerah. Penyakit ini disebabkan serangan jamur dan bakteri. Penanggulangannya yakni pemberian obat antihama yang banyak tersedia di pasar. Petani juga harus waspada terhadap serangga notonecta yang gemar membunuh anakan nila, serta ular dan kodok yang merupakan musuh alami nila.
By. Budidaya Nila
Ikan nila cenderung senang hidup di air hangat bersuhu sekitar 28 derajat celsius. Ikan ini juga menyenangi kondisi air yang sedikit mengandung basa dengan kisaran pH antara 7,0 dan 8,0. Seyogianya, air tidak boleh tercemar bahan kimia beracun, kandungan oksigen di dalam air minimal 4 mg/liter, serta kandungan karbon dioksida maksimal 5 mg/liter. Ikan ini biasanya dipelihara di kolam air tenang.
Tapi, yang dilakukan sejumlah petani di Subang, Jawa Barat, boleh dibilang sebagai terobosan baru. Kini mereka berhasil memelihara ikan nila di kolam air deras. Hasil yang dipetiknya pun patut dibanggakan. Setelah masa pemeliharaan selama 6-7 bulan, bobot setiap ekornya bisa mencapai 700 gram—ukuran minimal agar ikan ini bisa dijadikan fillet.
Ikan nila dianggap dewasa (matang kelamin) setelah berusia di atas enam bulan. Induk betinanya dapat menghasilkan lebih dari 3.000 butir telur dalam sekali pemijahan (kawin). Tapi, dari telur sebanyak itu, hanya setengahnya yang akan menjadi anakan ikan. Induk ikan nila memiliki masa reproduksi hingga berumur dua tahun dan mampu melakukan pemijahan setiap enam minggu sekali.
Budi daya nila bisa dilakukan dengan menggunakan jaring apung, kolam, atau keramba. Idealnya, tiap meter persegi bisa diisi maksimal 10 ekor anakan. Dari kolam seluas 1.000 meter persegi dengan kedalaman sekitar 1,5 meter, pada saat panen, ikan nila yang dihasilkan bisa seberat 7 ton. Hasil sebanyak itu, jika dibuat menjadi fillet, akan menghasilkan 2,8 ton.
Kita sering mencium aroma tak sedap (bau tanah) dari daging ikan nila. Hal itu dikarenakan air yang digunakan kurang bersih. Untuk itu, petani harus benar-benar memperhatikan kualitas air kolam. Ada berbagai cara untuk itu, di antaranya, sebelum kolam diberi air sebaiknya ditaburi pupuk kandang dan kapur tohor. Dosisnya, 500 gram pupuk kandang dan 50 gram kapur tohor untuk setiap meter persegi. Dengan begitu, air kolam menjadi subur, sehingga phytoplankton bisa hidup dengan baik. Berkat jenis mikroorganisme inilah suplai oksigen di dalam air menjadi lancar. Manfaat kapur juga berguna untuk membasmi bibit penyakit.
Penyakit yang sering menimpa ikan nila di antaranya bintik putih, insang bengkak, dan kulit memerah. Penyakit ini disebabkan serangan jamur dan bakteri. Penanggulangannya yakni pemberian obat antihama yang banyak tersedia di pasar. Petani juga harus waspada terhadap serangga notonecta yang gemar membunuh anakan nila, serta ular dan kodok yang merupakan musuh alami nila.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar